Lingkungan Hidup dan Ekonomi
(Trade off atau bukan)
Indonesia menduduki urutan ketiga pada daftar negara-negara yang mengeluarkan gas rumah kaca terbanyak di dunia, menyusul Amerika Serikat dan Cina. Ini terutama akibat pengeringan dan penghancuran tanah gambut di Sumatra dan Kalimantan. Emisi zat asam arang mencapai 2000 juta ton per tahun. Demikian hasil penelitian Wetlands International, organisasi yang bergerak di bidang pelestarian dan pengelolaan lahan basah di dunia, serta laboratorium hidrolika di Delft, Belanda.
Dua milyar ton
Hasil penelitian ini akan diungkapkan pekan depan pada konperensi iklim PBB di Nairobi, Afrika. Sudah lama diketahui bahwa tanah gambut di Indonesia berpengaruh pada efek gas rumah kaca. Tapi baru tahun ini, emisi gas rumah kaca untuk pertama kali benar-benar diukur oleh perusahaan Belanda, Delft Hydraulics. Dan hasilnya sangat mengejutkan. Akibat pengeringan tanah serta kebakaran hutan dan kebakaran tanah gambut, pancaran gas asam arang mencapai dua milyar ton. Ini adalah sepersepuluh dari jumlah total emisi karbon dioksida di seluruh dunia.
Awalnya diperkirakan masalah emisi gas rumah kaca di Indonesia hanya berdampak regional atau lokal saja. Tapi bahwa masalah ini juga berdampak global, sama sekali tidak terduga. Demikian Marcel Silvius dari Wetlands International, organisasi yang bergerak di bidang pelestarian dan pengelolaan lahan basah di dunia.
Kebakaran tanah gambut dan pengeringan
Perindustrian di Indonesia tidak banyak. Karena itu, emisi CO2 dari industri tidak besar pula. Sebelum penelitian terbaru, Indonesia masih menempati urutan ke-21 pada daftar negara-negara dengan pancaran gas rumah kaca terbesar di dunia. Kini setelah juga diukur emisi akibat kebakaran tanah gambut, maka Indonesia menempati urutan ke-3, menyusul Amerika Serikat dan Cina.
Sepersepuluh dari seluruh pancaran zat asam arang di dunia, datang dari Indonesia. Ini adalah tiga kali lebih banyak ketimbang emisi asam arang di Jerman serta 10 kali lebih banyak dari emisi asam arang Belanda dan sebanding dengan emisi gas rumah kaca di India.
Proses pembentukan tanah gambut makan waktu 5 sampai 10 ribu tahun. Tanah itu menampung kadar tinggi asam arang. Yang sekarang terjadi adalah bahwa akibat penebangan hutan serta pengeringan tanah gambut untuk dijadikan ladang peternakan, wilayah itu mengering, dan cepat sekali terbakar. Ini menyebabkan asap tebal dan proses terjadinya gas rumah kaca.
Satu-satunya jalan
Ketika hasil penelitian ditunjukkan pada pelbagai organisasi lingkungan hidup, mereka sangat terkejut. Yang juga memprihatinkan adalah bahwa bukan hanya kebakaran hutan saja yang menyebabkan pancaran gas asam arang, melainkan juga proyek-proyek pengeringan tanah di Indonesia. Ini berarti bahwa walau kebakaran hutan dapat dikendalikan, emisi asam arang terus berlanjut. Satu-satunya jalan untuk mengatasi masalah ini adalah untuk kembali mengalirkan air ke wilayah-wilayah ini.
Kelapa sawit
Salah satu penyebab penting emisi CO2 adalah perkebunan kelapa sawit yang ditanam di tanah gambut. Permintaan akan minyak kelapa sawit dan kayunya sangat besar. Produk-produk ini hanya tumbuh di tanah kering. Karena itu dilakukan proses pengeringan. Ini menyebabkan emisi gas rumah kaca. Selain itu tanah rentan kebakaran.
Dampaknya bisa berlangsung sedikitnya 50 tahun, kalau tidak dibuat apa-apa. Dan apabila proses ini berlangsung sedikitnya 30 tahun, maka emisinya CO2 bisa berlipat ganda.
Ini bukan hanya masalah global. Tapi juga berdampak terhadap orang-orang yang tinggal di sekitarnya. Pemerintah Singapura telah memprotes pada pemerintah RI. Seluruh kawasan diselimuti asap. Orang-orang setempat mengalami gejala-gejala asma. Matahari jarang sekali kelihatan.
Stop penebangan hutan
Yang harus dilakukan adalah menghentikan penebangan hutan, baik reguler maupun ilegal. Negara-negara Barat bisa membantu dalam hal ini, yaitu dengan mengurangi impor produk dari kawasan tersebut. Kelapa sawit tidak ditanam lagi di tanah gambut tapi di tanah lain, dan mengatur pengelolaan air.
Mengapa masalah emisi gas rumah kaca di Indonesia baru sekarang diteliti? Pertama karena kurangnya informasi mengenai pengaruh tanah gambut terhadap emisi gas aram arang. Yang kedua, orang mengira sebagian besar Indonesia masih terdiri dari hutan tropis, padahal sudah tidak demikian lagi. Separuh hutannya telah ditebang habis, untuk dijadikan tanah gambut.
Angka-angka penelitian ini akan diserahkan pada konperensi iklim PBB di Nairobi pekan depan. Menurut organisasi-organisasi lingkungan hidup perlu diambil tindakan secepatnya.
Asap Kendaraan Bermotor
Seperti yang kita ketahui, sering sekali kita menjumpai kendaraan yang mengeluarkan asap tebal, anehnya dikota-kota besarpun juga demikian seperti ditenpat saya tinggal(BANDUNG) secara langsung dampak bagi lingkungan pun terasa, polusi udara yang tinggi, hal ini seharusnya ada upaya pemerintah yang nyata untuk menanggulngi polusi oleh kendaraan bermotor, yang lebih memperihatinkan lagi, ternyata kendaraan milik pemerintahlah yang lebih banyak mencemari udara, seperti Bus umum ''DAMRI" yang mana kita tahu sepertinya sudah tidak layak operasi lagi.
namun kita harus yakin dan memberikan dukungan kepada pemerintah agar permasalahan lingkungan ini dapat teratasi, tanpa mengabaikan aspek ekonomi yang selama ini selalu menjadi Trade Off antar pertumbuhan ekonomi dan Lingkungan hidup, karena pertumbuhan ekonomi sangat penting demikina pula dengan terciptanya Sustainable Development agar pembangunan ekonomi dapat terjadi secara berkelanjutan tanpa merugikan generasi yang akan datang.
Salam Mahasiswa..........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar